ASAL USUL BAHASA BANJAR
ASAL USUL
BAHASA BANJAR
Pulau Borneo
sangat kaya bahasa. Ada ratusan jenis bahasa di Borneo dan beberapa di
antaranya sudah mulai punah. Berdasarkan teori bahasa bahwa dimana kawasan yang
terdapat banyak bahasa yang beragam adalah dimungkinkan sebagai tanah asal usul
bahasa yang digunakan di kawasan nusantara, Artinya bahawa Kalimantan atau
Borneo tersebut merupakan tanah asal masyarakat di pulau nusantara ini.
Versi 1
Berasal dari
dealek proto Malayik Terletak di daerah Kandangan
Dalam foklore berupa mitos yang berkembang di kalangan etnis Dayak Meratus di daerah pegunungan Meratus Kabupaten Tapin disebutkan bahwa antara orang Meratus dan orang Banjar Hulu khususnya berasal dari satu rumpun induk yang sama yakni keturunan dua kakak beradik (bahasa Banjar: dua badangsanak) Intingan (Palui Anum) dan Dayuhan (Palui Tuha). Keduanya berasal dari desa Banua Halat. Versi dari Dayak Meratus di Loksado mereka bernama Bambang Basiwara dan Si Ayuh (Sandayuhan/ Kandayuhan).
Etnis Dayak Meratus adalah nama kolektif sukubangsa yang mendiami perbukitan pegunungan Meratus di daerah pedalaman Provinsi Kalimantan Selatan. Dahulu dan dalam sebagian besar publikasi ilmiah, orang Dayak Meratus lazim disebut orang (Dayak) Bukit.
Dalam foklore berupa mitos yang berkembang di kalangan etnis Dayak Meratus di daerah pegunungan Meratus Kabupaten Tapin disebutkan bahwa antara orang Meratus dan orang Banjar Hulu khususnya berasal dari satu rumpun induk yang sama yakni keturunan dua kakak beradik (bahasa Banjar: dua badangsanak) Intingan (Palui Anum) dan Dayuhan (Palui Tuha). Keduanya berasal dari desa Banua Halat. Versi dari Dayak Meratus di Loksado mereka bernama Bambang Basiwara dan Si Ayuh (Sandayuhan/ Kandayuhan).
Etnis Dayak Meratus adalah nama kolektif sukubangsa yang mendiami perbukitan pegunungan Meratus di daerah pedalaman Provinsi Kalimantan Selatan. Dahulu dan dalam sebagian besar publikasi ilmiah, orang Dayak Meratus lazim disebut orang (Dayak) Bukit.
Sebelum
sebutan “Dayak” diterima secara umum untuk menggambarkan kesatuan etnis
dan kesatuan kebudayaan yang dianggap asli Kalimantan, maka dahulunya
tidak disebut dengan nama Dayak melainkan disebut
berdasarkan nama tempat kediaman komunitas mereka yang umumnya ditepian
sungai, seperti orang Barito, orang Kapuas, orang Kahayan, orang
Katingan, orang Mentaya dan sebagainya. Atau orang Bukit (atau bubuhan
orang Loksado, orang Alai, orang Labuhan, dan sebagainya) sebagai
sebutan kelompok masyarakat yang tinggal di bukit-bukit pegunungan
Meratus.
Orang
Dayak Meratus merupakan kelompok masyarakat yang mendiami wilayah
berbukit atau bergunung di Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan. Mereka
mendiami kawasan hutan di Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu
Sungai Selatan, Tapin, Tanah Laut dan Kotabaru. Tidak diketahui dengan
pasti tentang jumlah penduduk etnis ini. Badan Pusat Statistik dalam
Sensus Penduduk tahun 2000 tidak secara khusus melakukan pendataan
terhadap etnis ini, dan hanya menempatkannya dalam kelompok “suku-suku
lainnya” (BPS Kalimantan Selatan, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian tahun 1979 yang dilakukan oleh Noerid Haloei Radam (1996) kelompok
etnis ini terdiri lebih kurang 12.000–15.000 jiwa. Mereka mengembangkan
sistem kekerabatan yang disebut bubuhan yakni suatu keluarga luas
utrolokal atau virilokal. Satu bubuhan biasanya tinggal di dalam suatu
rumah panjang yang dinamakan balai atau balai adat, yakni bangunan yang
berukuran 10 hingga 15 meter lebar dan 50 meter panjangnya.
Mereka memiliki kebudayaan yang dinamakan kebudayaan huma. Dalam kebudayan ini, mata
pencaharian hidup mereka dilakukan dengan cara meramu hasil hutan,
berburu binatang, dan bercocok tanam dengan cara berladang berpindah,
namun tetap dalam koridor kearifan lokal yang mereka warisi secara turun
temurun.
RELASI DAYAK-BANJAR
Relasi 1: Hipotesis Asal Muasal Orang Banjar
Berbagai
kajian para pakar yang didasarkan kepada folklore seperti yang
dilakukan Noerid Haloei Radam, menunjukkan bahwa orang Dayak Meratus
memiliki “hubungan kekerabatan” terutama dengan orang Banjar Hulu.
Kesimpulan kajian itu didasarkan kedekatan religi, bahasa, dan
simbol-simbol yang menunjukkan sinkretisme di antara keduanya. Kedekatan
hubungan itu dapat dilihat dari Hipotesis Kaum Cerdik Tempatan (Local Genius) yang memungkinkan peranan hubungan etnis Dayak Meratus dalam pembentukan etnis dan budaya masyarakat Banjar.
Menurut
Noerid Haloei Radam (1996) masyarakat dan budaya Banjar melalui
kacamata Hipotesis Kaum Cerdik-Tempatan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Sejumlah
puak seperti Bukit, Ngaju atau Ma’anyan telah beberapa lama mendiami
kawasan hilir DAS (Daerah Aliran Sungai) Barito dan atau DAS Martapura.
Boleh jadi sejak zaman batu besar (Kebudayaan Megalitik) mereka telah
mendiami kawasan tersebut.
Di antara puak-puak itu, ada yang masih tetap pada tahap perkembangan peramu-pemburu (collecting-hunting society: band society) dan ada pula yang sudah mampu mendomestikkan tumbuhan dan hewan liar (cultivating society: tribal society). Corak masyarakat yang terakhir ini dinamakan masyarakat peladang.
Kontak
yang lebih intensif dengan dunia luar kemungkinan terjadi lebih luas
pada masyarakat peladang dibanding masyarakat peramu-pemburu. Adanya
kontak mengkibatkan pranata-pranata lebih berkembang dan karenanya
sistem sosialnya menjadi lebih kompleks. Sejumlah inovator yang ada dan
berkembang sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
Mereka dinamakan Kaum Cerdik-Tempatan atau Local Genius.
Merekalah
pembawa perubahan dalam arti yang sebenarnya yakni pembawa idea dan
teknologi, narasumber dan pemilik informasi di dalam masyarakatnya, dan
boleh jadi pada tahap tertentu mereka adalah pengambil kebijakan
(penguasa) yang mampu pula mengontrol warga masyarakat lainnya. Kaum
Cerdik-Tempatan pada salah satu puak dari ketiga kelompok etnis tersebut
(Bukit, Ngaju, dan Ma’anyan) merupakan orang Banjar Asli yang dinamakan
dengan Banjar Arkais dengan segala aktivitas perkembangan berikutnya.
Di
antara ketiga puak itu, orang Banjar Arkais dari unsur Bukitlah yang
lebih mendekati sebagai nenek moyang orang Banjar Hulu atau nenek moyang
Dayak yang bermukim di pegunungan Meratus.
Masyarakat
Banjar Arkais tersebut mampu beradaptasi dengan segala perubahan dari
dunia luar, mengadopsi, mengolah dan mengembangkan informasi khususnya
yang berasal dari pusat-pusat kebudayaan yang pada masa itu menjadi
panutan dan kekuatan yang mengontrol kawasan Asia Tenggara yakni Melayu
Budha (Sriwijaya) yang dilanjutkan dengan Melayu Islam (Malaka dan
Riau).
Akibat
dari hubungan yang intensif itu, maka muncullah Bahasa Banjar Arkais
yang kosa katanya lebih banyak berasal dari Bahasa Melayu Kuno. Bahasa
Banjar Arkais itu berkembang selanjutnya menjadi Bahasa Banjar Modern
akibat sentuhan yang intensif oleh Kebudayaan Melayu Islam melalui
tulisan-tulisan Arab-Melayu.
Kaum
Cerdik-Tempatan pada masanya tidak saja mengadopsi bahasa, tetapi juga
arsitektur dan seni yang mereka ekspresikan pada arsitektur bangunan
rumah tinggal dan rumah ibadah (masjid).
Dengan
demikian, Hipotesis Kaum Cerdik-Tempatan menempatkan kekuatan kelompok
tertentu di dalam masyarakatnya sendiri untuk maju dan berkembang,
sedangkan kekuatan yang lain yang berasal dari luar (kebudayaan lain) di
antaranya masyarakat dan kebudayaan Melayu hanyalah faktor stimulan.
sumber asli di sini
Versi 2
Jika merujuk
kepada struktur dan kosa kata bahasa Kandayan yang ada di kawasan
Brunei : Miri, Kuala Belait, Tutong, Temburong,
Malaysia : Sabah
Indonesia
:Sebagian Kalimantan Timur, dan Kalimantan
Barat-Indonesia.Seperti di daerah Landak, daerah Bengkayang, daerah Sanggau,
daerah Sambas dan daerah Kubu Raya .
Suku Dayak Kandayan di Kalbar Baik beragama Kristen baik Katolik ataupun
Protestan. Tidak ada perbezaan kosa kata bahasa keduanya memiliki pertalian
yang sangat erat dan hampir 99% sama Dengan Kandayan di Brunei lebih
berafiliasi menyebut diri sebagai "Melayu Kandayan".
Dayak Kandayan di Kalimantan Barat
memiliki kesamaan yang besar dengan Kandayan di Brunei dan suku dayak Kalimantan Selatan di daerah Kandangan
/ Kandayan ( Dayak pegunungan Maratus)
Jadi ada
benarnya juga bahwa orang Kandayan mungkin dahulu pada suatu masa telah
menguasai daratan Borneo jauh lebih dahulu dari suku kaum lainnya sebab
terlihat jelas bahawa bahasa Banjar juga memiliki kesamaan yang besar dengan
bahasa Kandayan di Kalimantan Barat dan Brunei.
Ini bererti
jelas bahawa pada suatu masa Kandayan pernah berjaya dimana-mana kawasan di
pulau Borneo ini. Dia pernah ada di
Kalimantan Selatan ,Kalimantan Timur (Berau,Kutai dll) dan di Kalimantan
Barat serta di sebagian kawasan Sarawak dan Brunei.
Secara
mistis daerah Kandangan dan sekitarnya
ada istilah mengaji ilmu siluman harimau
yang Konon siapa yang mampu menguasainya
jarak dan tempat jauh bisa di tempuh dalam sekejap (ilmu melipat bumi)
Jika kita
hendak menyatukan kembali khasanah secara bahasa suku kaum Kandayan dan banjar ada lah punya
nenek moyang yang sama , hanya saja banjar diterjemahkan dengan makna
BANJAR(se....KOLOM bertum POK suku
...yang Bergabung dalam Islam) artinya semua suku dayak di daerah Hulu Sungai (Maanyan
,Laawang,bakumpai) dan kalimantan umumnya
yang bergabung dalam islam harus menanggalkan keyakinan terdahulu dan
berganti identitas baru yakni BANJAR dengan ini dalam ranah persaudaraan/dangsanak
....... hendaklah tidak memandang kepada kepercayaan masing-masing sebab
kepercayaan atau agama boleh kita miliki dan juga boleh kita tinggalkan namun asal
usul sejarah bangsa kita akan mungkinkah
terbuang dari tubuh kita?
Kita semua
harus dapat menerima perbedaan itu kini sebab Kandayan boleh saja beragama
Islam dan boleh saja beragama Kristian, tiada yang melarang.Artinya apa?
artinya adalah orang Kandayan is Banjar juga . Ini sangat penting sebagai
kajian bersama siapa sesungguhnya suku kaum Kandayan itu?
Menariknya,
cerita rakyat Kedayan Laila Menchanai (Brunei) itu mirip kisah Puteri Junjung Buih kisah
mitos kerajaan DWIPA (Banjar ).
Ini dealek Kandayan Brunei.......yang sangat mirip dengan dealek Banjar HULU SUNGAI UTARA.....Amuntai,Kalua
....
....
Perbandingan antara bahasa Kadayan, Banjar, dan Indonesia
Kadayan (kxd-ked) | Banjar (bjn) | Indonesia (id) |
supan | supan | malu |
tihang | tihang | tiang |
kuyuk | kuyuk (dialek) | anjing |
abis | habis | habis |
abung | rabung | rebung |
aie | ari | hari |
kutu'(r) | rigat[5] | kotor |
lauk | iwag[6] | ikan |
ba-tanya | ba-takun[7] | ber-tanya |
ba-kamih | ba-kamih | kencing |
aing | banyu[8] (Dayak Hulu sungai : ayying) | air |
ikung | buntut[9] (Dayak Hulu sungai: ikung) | ekor |
alum | balum | belum |
ambut | rambut | rambut |
ampat | ampat | empat |
anam | anam | enam |
antai | rantai | rantai |
antaiee | hintadi | tadi |
baas | baras | beras |
babat | babat | ikatan |
ba-dusta | ba-dusta | ber-bohong |
bahia | bahira | berak |
baie | babi | babi |
ba-kamih | ba-kamih | kencing |
ba-kayuh | ba-kayuh | mendayung |
ba-padah | ba-padah | memberitahu |
basaa | basar | besar |
ba-tian | ba-tian-an | hamil |
batis | batis | betis/kaki |
bahari | bahari | zaman dahulu |
bigi | bigi | biji |
bini | bini | isteri |
bini-bini | bini-bini/bibinian | perempuan |
butuh | butuh | zakar |
caik | carik | koyak |
ca'amin | caramin | cermin |
du'ung | jorong/kinday | rumah padi |
ga'agitan | garigitan | geram |
haimau | harimau | harimau |
haing | haring | bau busuk |
hancing | Hancing | pesing |
hatap | hatap | atap |
haum | arum | harum |
hayam | hayam | ayam |
ja'anih | jaranih | jernih |
jaie | jari | jari |
jubo | jubur | anus |
ka'abahan | karabahan | tertimpa |
kalatmata | mata kalat | mengantuk |
kantut | kantut | kentut |
kapuhunan | kapuhunan | kempunan |
kasaungan | kasarungan | kerasukan |
kubit | kibit | cubit |
labat | labat | lebat |
makan | makan | makan |
mantuha | mintuha | mentua |
mengelimut | bamamay | mengumpat |
mauk | mauk | mabuk |
muha | muha | muka |
paluh | paluh | peluh |
palaminan | palaminan | pelamin-an |
paut | parut | perut |
piak | pirak | perak |
pingsil | pingsil | pensil |
papilis | papilis | lisplank penutup cucuran atap |
tatak | tatak | potong |
tatawa | tatawa | tertawa |
tawaa | tawar | menawar |
tangkuyung | katuyung | siput air |
titik | titik | tetes |
tikaa | tikar | tikar |
tuha | tuha | tua |
tibadak | tiwadak | cempedak |
utak | utak | otak |
umah | rumah | rumah |
ulaa | ular | ular |
uching | kucing | kucing |
uang halus | urang halus | bunian |
tunjuk | tunjuk | telunjuk |
tundun | burit-tundun | tengkuk |
mandaring | tian mandaring | hamil anak sulung |
bangkatan | bakantan | bekantan |
tuhut | lintuhut/tu'ut | lutut |
tudung dulang | tatudung | tudung saji |
tuntum | tuntum | minum air dari botol |
tulak | tulak | berangkat |
tulah | katulahan | ketulahan |
tukup | tukup | tutup |
tinggalam | tinggalam | tenggelam |
tapalicuk | tapalicuk | terseliuh (pada kaki) |
ta-jajak | ta-jajak | ter-injak |
tajau | tajau | tempayan |
taima | tarima | terima |
tahu | tahu | kenal |
taguk | taguk | telan |
tacangang | tacangang | heran |
tambing | tabing | tebing |
tabuni | tambuni | tembuni |
taajun | tajun[10] | terjun |
taabang | tarabang | terbang |
tabalik | tabalik | sungsang |
saung | saung | sabung |
picik | picik | tekan |
pajah | pajah | padam |
pacaa | pacar | inai |
nyanyat | nyanyat | ketagihan |
nyaman | nyaman | enak/nikmat |
mun | mun | kalau |
lapik | lapik | alas |
lakatan | lakatan | pulut/ketan |
kulat | kulat | cendawan |
katam | katam | menuai padi |
katam | katam | ketam kayu |
katam | katam | kepiting |
kasadakan | kasadakan | tersedak |
kataan | kataraan | tempat ayam bertelur |
kanyang | kanyang | kenyang |
kalimpanan | kalimpanan | kelilipan |
kalantit | kalantit | kelentit |
kajang | kajang | atap daun nipah |
kacaw | kacaw | aduk |
kabaliangan | kabuliangan | mengejutkan |
handayang | handayang | pelepah |
jajak | jajak | jejak/injak |
halilipan | halilipan | lipan |
bumbunan | bumbunan | ubun-ubun |
amun | amun | kalau |
asa | asa | rasa |
bakul | bakul | raga |
dangani | dangani | temani |
na'aka | naraka | neraka |
mutia'a | mutiara | mutiara |
ngiuu | nyiru | nyiru |
paahu | parahu | perahu |
bang | bang | adzan |
ambun | ambun | embun |
kataguaan | kataguran | kena sampuk makhluk halus |
kukut | kukut | garu |
kulianga | kararangga/katikih | kerangga/semut rangrang |
kuliat-kuliat | manguliat | menguliat |
kuita | kurita | kereta |
habaa | habar | berita |
datu nini | nini datu | nenek moyang |
gu'uh | guruh | guruh |
kasaa | kasar | kasar |
cahaie | cari | cari |
Bahasa Banjarmasin Modern saat ini sudah berbaur dengan bahasa asing dan cendrung berubah karena adanya multi media .....semoga kita sebagai warga asli kalimantan bisa menjaga kemurnian Bahasa Ibu pertiwi kita yakni bahasa .....tradisonal Banjar
2 komentar: