Sejarah Bangsa BANJAR di KALIMANTAN
Pada jaman dahulu, di Kalimantan berdiri sebuah kerajaan, Nagara Daha namanya. Kerajaan itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Raja Sekar Sungsang adalah seorang penganut Hindu yang taat. Baginda mendirikan candi yang amat besar dan megah di Kalimantan.Pengganti Raja Sekar Sungsang adalah Maharaja Sukarama. Pada masa pemerintahannya, sering terjadi pemberontakan, yaitu antara Pangeran Samudera Cucu Maharaja Sukarama pewaris tahta yang sah dan Pangeran Mangkubumi Putera Tertua maharaja sukarama .Dalam perebutan kekuasaan itu, justru Pangeran Mangkubumi yang berhasil menduduki tahta kerajaan.
Pemerintahan Pangeran Mangkubumi ternyata juga tidak berlangsung lama. Dalam perebutan kekuasaan berikutnya, Pangeran Mangkubumi akhirnya terbunuh dalam usahanya untuk memadamkan pemberontakan.
Dan Sebagai pemegang tampuk pemerintahan yang
baru adalah Pangeran Tumenggung yang masih marah dengan Pangeran Samudera. Pangeran Samudera sebagai pewaris kerajaan
yang sah menjadi amat sedih hatinya menyaksikan terjadinya perebutan kekuasaan
yang tiada henti itu. Sang Pangeran pun merasa tidak aman jika tetap tinggal
dalam lingkungan kerajaan karena lama-kelamaan orang-orang akan tahu dirinya sebagai
pewaris kerajaan yang sah dan pastilah akan menjadi sasaran pembunuhan bagi
yang sedang berkuasa. Atas bantuan orang-orang kepercayaannya di Kerajaan
Nagara Daha, Pangeran Samudera melarikan diri. Ia menyamar dan hidup di daerah
terpencil di sekitar muara sungai Barito.
Di Muara sungai Barito itu, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar atau berkelompok seperti Kelompok Kampung Melayu ,Kampung Gedang,kampung bugis,kampung Arab ,kampong jawa,juga kampong Cina kampong-kampung tersebut melintasi tepi-tepi sungai. Kampung-kampung tersebut merupakan kota perdagangan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai negeri. Kota itu di bawah kekuasaan seorang patih yang biasa disebut Patih Masih .Patih Masih mengetahui bahwa Pangeran Samudera, pemegang hak atas Nagara Daha yang syah, ada di wilayahnya. Kemudian, ia mengajak Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, dan Patih Kuin untuk berunding. Mereka bersepakat mencari Pangeran Samudera di tempat persembunyiannya untuk diangkat menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja Sukarama yang hindu.sementara dikota perdagangan saat itu sudah masuk masyarakat islam yang di bawa oleh suku malayu,Jawa,Arab.
Pangeran Samudera yang sebenarnya sudah tidak berambisi berebut kekuasaan akhirnya bersedia juga menjadi raja agar pergolakan akibat perebutan kekuasaan segera dapat diakhiri. Akhirnya dengan diangkatnya Pangeran Samudera menjadi raja di kuin sebagai pusat kerajaan dan kampung kelayan sebagai Bandar perdagangan,yang kuat sehingga semakin terdesaklah kedudukan Pangeran Tumenggung. Apalagi para patih di wilayah muara barito dan muara bahan ini tidak mengakuinya lagi sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak menyerahkan upeti kepada Pangeran Tumenggung di Nagara Daha lagi
Di Muara sungai Barito itu, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar atau berkelompok seperti Kelompok Kampung Melayu ,Kampung Gedang,kampung bugis,kampung Arab ,kampong jawa,juga kampong Cina kampong-kampung tersebut melintasi tepi-tepi sungai. Kampung-kampung tersebut merupakan kota perdagangan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai negeri. Kota itu di bawah kekuasaan seorang patih yang biasa disebut Patih Masih .Patih Masih mengetahui bahwa Pangeran Samudera, pemegang hak atas Nagara Daha yang syah, ada di wilayahnya. Kemudian, ia mengajak Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, dan Patih Kuin untuk berunding. Mereka bersepakat mencari Pangeran Samudera di tempat persembunyiannya untuk diangkat menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja Sukarama yang hindu.sementara dikota perdagangan saat itu sudah masuk masyarakat islam yang di bawa oleh suku malayu,Jawa,Arab.
Pangeran Samudera yang sebenarnya sudah tidak berambisi berebut kekuasaan akhirnya bersedia juga menjadi raja agar pergolakan akibat perebutan kekuasaan segera dapat diakhiri. Akhirnya dengan diangkatnya Pangeran Samudera menjadi raja di kuin sebagai pusat kerajaan dan kampung kelayan sebagai Bandar perdagangan,yang kuat sehingga semakin terdesaklah kedudukan Pangeran Tumenggung. Apalagi para patih di wilayah muara barito dan muara bahan ini tidak mengakuinya lagi sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak menyerahkan upeti kepada Pangeran Tumenggung di Nagara Daha lagi
Tahun 1595, Pengaran
Tumenggung pun menjadi sangat marah mengetahui Pangeran Samudera masih hidup
dan menjadi raja di Muara barito ,Pangeran Tumenggung pun segera memerintahkan
angkatan perangnya untuk menghancurkan Pangeran Samudera. Namun di muara barito
pangeran samudera di dukung oleh suku-suku ,malayu,arab,bugis,jawa dan suku
lainnya di wilayah kota perdagangan tersebut semakin kuat Akhirnya
perang dahsyat tak terhindarkan lagi dan berlangsung sampai berhari-hari. Korban
pun mulai berjatuhan di kedua belah pihak. Hingga kekuatan pangeran samudera terdesak atas permintaan para patih
malayu yang muslim menyarankan agar minta bantuan prajurit demak dengan jumlah
besar namun dengan perjanjian jika berhasil menaklukkan kerajaan Daha ,Pangeran
samudera masuk Islam akhirnya pun
Surat Kepada Sultan Demak (Sultan Trenggono)
Sultan Trenggana pernah
mengirim pasukan ke Barunadwipa.[14]
Datang Patih Balit itu membawa surat
Sultan Demak, maka disuruh baca oleh Mangkubumi.
Bunyinya:
”Salam sembah putra andika pangeran di Banjar sampai kepada Sultan Demak. Putra andika mencatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan, karena putra andika barabut karajaan lawan patuha itu namanya Pangeran Tumenggung. Tiada dua-dua putra andika mancatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan. Adapun lamun manang putra andika mangawula kepada andika. Maka persembahan putra andika: intan sapuluh, pekat saribu gulung, tatudung saribu buah, damar batu saribu kindai, jaranang sapuluh pikul, lilin sapuluh pikul.
Demikianlah bunyinya surat itu. Maka sembah Patih Balit: ”Tiada dua-dua yang diharap putra andika nugraha sampiyan itu”. Banyak tiada tersebut. Maka kata Sultan Demak: Mau aku itu membantu lamun anakku Raja Banjar (kuala) itu masuk Islam. Lamun tiada masuk Islam tidak mau aku bertulung. Patih Balit kembali dahulu berkata demikian, maka kata Patih Balit: ”hinggih”.
Dikirimlah bala bantuan yang
sangat besar saat itu ke muara barito yang dipimpin khatib dayyan untuk
membantu peperangan dengan kerajaan daha
Pertempuran terjadi di Sangiang
Gantung namun menelan banyak korban
sehingga Pangeran Samudera
amat sedih hatinya melihat begitu banyaknya korban di kedua belah pihak yang
sebetulnya adalah saudara sendiri.
Maka untuk menghindari jatuhnya korban lebih
banyak lagi, Pangeran Samudera mengusulkan diadakan perang tanding atau duel
antara kedua raja yang bertikai. Pihak yang kalah harus mengakui kedaulatan
pihak yang menang.
Maka pada hari dan waktu yang sudah ditetapkan, Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut talangkasan. Perahu-perahu itu dikemudikan oleh panglima kedua belah pihak. Kedua pangeran itu memakai pakaian perang serta membawa parang, sumpitan, keris, dan perisai atau telabang.
Pangeran Tumenggung dengan nafsu angkaranya begitu ingin membunuh Pangeran Samudera yang dianggap sebagai penghalang utamanya untuk berkuasa. Sebaliknya, Pangeran Samudera tidak tega berkelahi melawan pamannya untuk membunuhnya, biarpun berkali-kali ia mendapat kesempatan untuk membunuh Pamannya. Akhirnya, luluh juga hati Pangeran Tumenggung atas kemuliaan hati Pangeran Samudera. Kesadaran muncul, Mereka berpelukan saambil bertangis-tangisan.
Pangeran Tumenggung dengan hati tulus mernyarahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera. Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran Samudera. Akan tetapi, Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih sebagai pusat pemerintahan sebab Bandar itu lebih dekat dengan muara Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak hanya itu, rakyat Nagara Daha pun dibawa ke Banjar Masih atau Banjar Masih. Pangeran Tumenggung diberi daerah kekuasaan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk sebagai rakyatnya. Nagara Daha pun menjadi daerah kosong.
Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah. Hari kemenangan Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24 September 1526, dijadikan hari jadi kota Banjar Masih atau Bandar Masih. Karena setiap kemarau landing (panjang) air menjadi masin (masin), lama kelamaan nama Banjar Masih atau Bandar Masih menjadi Banjarmasin.
Akhirnya, Sultan Suriansyah pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara dengan baik dan ramai dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di pinggir Sungai Kuin, Kecamatan Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat II Bajarmasin.
Setiap tanggal 24 September Wali Kota madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke makam itu untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran Tumenggung.
Maka pada hari dan waktu yang sudah ditetapkan, Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut talangkasan. Perahu-perahu itu dikemudikan oleh panglima kedua belah pihak. Kedua pangeran itu memakai pakaian perang serta membawa parang, sumpitan, keris, dan perisai atau telabang.
Pangeran Tumenggung dengan nafsu angkaranya begitu ingin membunuh Pangeran Samudera yang dianggap sebagai penghalang utamanya untuk berkuasa. Sebaliknya, Pangeran Samudera tidak tega berkelahi melawan pamannya untuk membunuhnya, biarpun berkali-kali ia mendapat kesempatan untuk membunuh Pamannya. Akhirnya, luluh juga hati Pangeran Tumenggung atas kemuliaan hati Pangeran Samudera. Kesadaran muncul, Mereka berpelukan saambil bertangis-tangisan.
Pangeran Tumenggung dengan hati tulus mernyarahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera. Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran Samudera. Akan tetapi, Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih sebagai pusat pemerintahan sebab Bandar itu lebih dekat dengan muara Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak hanya itu, rakyat Nagara Daha pun dibawa ke Banjar Masih atau Banjar Masih. Pangeran Tumenggung diberi daerah kekuasaan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk sebagai rakyatnya. Nagara Daha pun menjadi daerah kosong.
Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah. Hari kemenangan Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24 September 1526, dijadikan hari jadi kota Banjar Masih atau Bandar Masih. Karena setiap kemarau landing (panjang) air menjadi masin (masin), lama kelamaan nama Banjar Masih atau Bandar Masih menjadi Banjarmasin.
Akhirnya, Sultan Suriansyah pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara dengan baik dan ramai dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di pinggir Sungai Kuin, Kecamatan Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat II Bajarmasin.
Setiap tanggal 24 September Wali Kota madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke makam itu untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran Tumenggung.
Ada cerita mengapa kota
Banjar Kuala berganti nama menjadi
Banjar Masin. Karna setiap musim kemarau panjang air menjadi asin karena letak kota banjar saat ini pun
masih di muara sungai dekat laut jawa,lama kelamaan nama Banjar kuala
menjadi Banjar Masin. Dalam bahasa banjar asin = masin ,sehingga ketika ditanya
kan identitas
banjar mana ….orang hulu mengatakan banjar kuala atau banjar yang sungainya
masin tuh nah….sementara banjar kuala menyebut orang hulu sungai dengan sebutan
banjar pahuluan.
Komunitas banjar setelah
periode ISLAM
Masyarakat banjar biasanya
berdiam di pesisir sungai nah dalam koalisi
banjar di Kalimantan dibagi 3 sub Banjar (kelompok besar) berdasarkan territorial
politik nya dan unsur pembentuk suku berdasarkan perspektif kultural dan
genetis yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli Dayak:
- Grup Banjar Kuala[29] adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju (Berangas, Bakumpai)[30], orang Kampung Melayu[31], orang Kampung Bugis-Makassar[32], orang Kampung Jawa[33], orang Kampung Arab[34], dan sebagian orang Cina Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih berjalan hingga sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula Warga ). Nah Disini lah cikal bakal Terbentuknya Bangsa Banjar.
- Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus yang berbahasa Melayik (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok) banjar pahuluan ini menurut tradisi lisan suku dayak Maratus : merupakan dayak murni dari maratus di selatan dan dari maanyan di bagian utara banjar.
- Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus