LEGENDA MANDAU TERBANG KALIMANTAN
Oleh Syarif Banjar
Semenjak terjadinya
kerusuhan etnis dayak – madura di
Kalimantan Legenda Mandau Terbang sudah membuka ruang tentang Hal-hal Ghaib di
Kalimantan bahwa orang dayak sakti-sakti
…..?
Ada istilah pangkalima burung dan pangkalima lainnya …..?
Dikalimantan Mandau terbang
hanyalah sedikit hal kegaiban yang ada menurut perkiraan orang awam ,…maaf
sebelumnya menurut penuturan almarhum kakek saya di daerah Nagara Daha …yang di
wariskan dari kakek—kakek beliau yang sering kami sebut datu manggung ( temenggung)
Bukan lah Mandau yang
terbang tapi ……Seseorang yang berperang tapi tidak kelihatan orangnya hanya pedangnya sahaja.
namun dalam terminalogi Banjar sesudah Islam di tuturkan ketika seorang membaca ayat 4
. Ayat Empat
a. Lailahailla anta subhanainni kuntum minazzalimin
b. Wallahu alibun alal amri
c. Ya haiyu ya qaiyum ya ilahana wailahukum ilahauwahidan.........
ada lagi sambunganya
d. Yazal jalali wal ikram
n/b ditambah sedikit MIND SET
dengan keyakinan yang sangat kuat bahwa peperangan akan dimenangkan olehnya sehingga dalam peperangan Orang yang mengamalkan ayat empat tersebut
tidak terlihat ketika dalam kondisi perang .? namun yang terliat hanyalah
Mandau /parang nya saja yang terbang.
Namun di terminalogi kekayaan kebatinan di ranah
banjar… segala kekuatan selama masih
di bumi…pasti ada kelemahannya .
Makanya ketika terjadi perang banjar di Kalimantan bisa
dikalahkan oleh belanda ..(yang dibantu
oleh Dayak sihong- sub etnis Maanyan) walau pun Mandau /peluru /parang
terbang bisa juga dikalahkan …?
ada satu ungkapan " yang merobohkan batang kayu pohon yang kuat itu dengan Kapak/parang /gergaji (besi) namun Gagang nya justru lebih pakai kayu (pohon )"
politik pecah belah dari belanda sungguh luar biasa .....bahkan berakar sampai sekarang...
perpecahan masyarakat di kalimantan justru menguntungkan pihak asing....dengan memunculkan isu SARA
Dalam kontek madura – dayak , suku
bangsa banjar tidak bisa ikut campur
dalam peperangan secara langsung karena KAMI BANJAR BUKAN SUKU……karena
Didalam NEGARA BANJAR (dulu) ….madura/dayak/jawa dan yang lain sampai sekarang
masih Terlindungi dan berpegang dengan
prinsip BANJAR ADALAH SATU KESATUAN POLITIK ISLAM.
Jadi barang siapa yang masuk dalam wilayah
BANJAR dan beragama islam suku apapun
latar belakangnya ….dia Orang BANJAR.
BANJAR Tidak terlibat
peperangan karena orang dayak ada yang (muslim) dan Madura (muslim). Karena
peperangan tersebut terjadi bukan berlatar Agama
Jadi tak ada satupun yang boleh di perangi karena itu BANJAR Memilih Diam. Namun sesiapa yang
masuk di wilayah banjar sesiapapun
itu tetap Terlindungi …..untuk itu dayak dan madura di BANJAR tidak bisa berperang dan
AMAN.. J.
Itulah mengapa selama konflik SUKU DAYAK KALTENG dan KALTIM tidak bisa masuk ke perbatasan BANJAR yang netral dari
konflik.
LEGENDA NYATA DARI ORANG BANJAR YANG TERPUBLIKASI “PARANG TERBANG” PANGLIMA SALLEH
Legenda kehebatan ilmu suku
banjar yang dituturkan dari mulut ke mulut,nama-nama
seperti Tentara sabil atau KUMPULAN PARANG TERBANG ‘ di Malaysia Mengarah
kepada Kaum Etnik URANG BANJAR sungai manik di bawah pimpinan Tuan Guru Haji
Bakri.Cerita tentang ‘parang terbang’
yang memenggal kepala kaum komunis china daratan dan kehebatan Pahlawan Banjar (Bagi Malaysia)yang
anya bersenjatakan parang menentang Komunis China lengkap bersenjatakan senapan
sudah Menjadi Legenda .
Nama-nama seperti Tuan Guru Haji Bakri, tetap menjadi
Perbincangan anak-anak muda Sg Manik.
Bagi orang Banjar Sg Manik terutama keluarga bekas
pejuang timbul satu kemarahan kerana
tiada official recognitions atau pengiktirafan terhadap perjuangan mereka yang
membela harga diri orang Melayu. Bacalah mana-mana buku sejarah di sekolah,(Malaysia) tiada
satu yang menyebut secara jelas tentang peristiwa itu mungkin kerana nak
menjaga sensitiviti perkauman dimalaysia.
Di Batu Pahat misalnya, Kiyai Saleh yang
membela orang malaysia tetapi Justru Dato Onn
yang dapat nama sebagai pahlawan. Walau pun mereka yang berjuang menyelamatkan
bangsa malaysia,namun stigma
yang terbangun justru sebagai satu kumpulan etnik yang ganas dan mudah marah
dan peristiwa itu hanya sebagai satu titik hitam dalam sejarah Negara malaysia.
Parang Terbang kiyai Salleh
Gambar Parang Terbang kiai Salleh
"Pada tahun 1940an...heboh seantero malaysia
perihal keajaiban parang yang berterbangan melibas mangsanya. sapa yang
dikatakan terlibat? siapa lagi kalau bukan Kumpulan Selendang Merah.
diceritakan orang bahwa kumpulan silat ini bertapak di daerah Muar dan Batu
Pahat Johor.
Kumpulan ini juga turut terkenal di Sungai Manik
Perak. kumpulan ini diketuai awalnya oleh Hj Mohd Salleh bin Abdul Karim yang
turut dikenali sebagai Kiyai Salleh Selempang Merah...Panglima Salleh Selempang
Merah dan Guru Salleh Parang Panjang.
Pada hujung 1945 dan awal 1946 Kiyai Salleh telah
memimpin sekumpulan pejuang sukarela yang mahu menentang kekejaman Bintang Tiga
di Muar Batu Pahat dan Pontian. kalau tengok pada mata kasar nampak macam
parang terbang melibas bunuh orang tetapi sebenarnya menurut cerita...parang
itu dipegang oleh ahli kumpulan Selendang Merah yang ghaib dan hanya parang saja
dilihat terbang.
(diambil dari berbagai sumber)
Sejarah Bangsa BANJAR di KALIMANTAN
Pada jaman dahulu, di
Kalimantan berdiri sebuah kerajaan, Nagara Daha namanya. Kerajaan itu didirikan
Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan alias Sekar Sungsang
yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Raja Sekar Sungsang adalah
seorang penganut Hindu yang taat. Baginda mendirikan candi yang amat besar dan
megah di Kalimantan.
Pengganti Raja Sekar Sungsang adalah Maharaja Sukarama. Pada masa
pemerintahannya, sering terjadi pemberontakan, yaitu antara Pangeran Samudera Cucu Maharaja Sukarama pewaris tahta yang sah
dan Pangeran Mangkubumi Putera Tertua maharaja sukarama .Dalam perebutan
kekuasaan itu, justru Pangeran Mangkubumi yang berhasil menduduki tahta
kerajaan.
Pemerintahan Pangeran Mangkubumi ternyata juga tidak berlangsung lama. Dalam
perebutan kekuasaan berikutnya, Pangeran Mangkubumi akhirnya terbunuh dalam
usahanya untuk memadamkan pemberontakan.
Dan Sebagai pemegang tampuk pemerintahan yang
baru adalah Pangeran Tumenggung yang masih marah dengan Pangeran Samudera. Pangeran Samudera sebagai pewaris kerajaan
yang sah menjadi amat sedih hatinya menyaksikan terjadinya perebutan kekuasaan
yang tiada henti itu. Sang Pangeran pun merasa tidak aman jika tetap tinggal
dalam lingkungan kerajaan karena lama-kelamaan orang-orang akan tahu dirinya sebagai
pewaris kerajaan yang sah dan pastilah akan menjadi sasaran pembunuhan bagi
yang sedang berkuasa. Atas bantuan orang-orang kepercayaannya di Kerajaan
Nagara Daha, Pangeran Samudera melarikan diri. Ia menyamar dan hidup di daerah
terpencil di sekitar muara sungai Barito.
Di Muara sungai Barito itu, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar atau
berkelompok seperti Kelompok Kampung
Melayu ,Kampung Gedang,kampung bugis,kampung Arab ,kampong jawa,juga kampong
Cina kampong-kampung tersebut melintasi tepi-tepi sungai. Kampung-kampung
tersebut merupakan kota perdagangan yang ramai dikunjungi
kapal-kapal dagang dari berbagai negeri. Kota itu di bawah kekuasaan seorang patih yang
biasa disebut Patih Masih .Patih Masih mengetahui bahwa Pangeran Samudera,
pemegang hak atas Nagara Daha yang syah, ada di wilayahnya. Kemudian, ia
mengajak Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, dan Patih Kuin untuk
berunding. Mereka bersepakat mencari Pangeran Samudera di tempat
persembunyiannya untuk diangkat menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja Sukarama
yang hindu.sementara dikota perdagangan
saat itu sudah masuk masyarakat islam yang di bawa oleh suku malayu,Jawa,Arab.
Pangeran Samudera yang sebenarnya sudah tidak berambisi berebut kekuasaan
akhirnya bersedia juga menjadi raja agar pergolakan akibat perebutan kekuasaan
segera dapat diakhiri. Akhirnya dengan diangkatnya Pangeran Samudera menjadi
raja di kuin sebagai pusat kerajaan dan kampung kelayan sebagai Bandar perdagangan,yang kuat sehingga
semakin terdesaklah kedudukan Pangeran
Tumenggung. Apalagi para patih di wilayah muara barito dan muara bahan ini
tidak mengakuinya lagi sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak menyerahkan
upeti kepada Pangeran Tumenggung di Nagara Daha lagi
Tahun 1595, Pengaran
Tumenggung pun menjadi sangat marah mengetahui Pangeran Samudera masih hidup
dan menjadi raja di Muara barito ,Pangeran Tumenggung pun segera memerintahkan
angkatan perangnya untuk menghancurkan Pangeran Samudera. Namun di muara barito
pangeran samudera di dukung oleh suku-suku ,malayu,arab,bugis,jawa dan suku
lainnya di wilayah kota perdagangan tersebut semakin kuat Akhirnya
perang dahsyat tak terhindarkan lagi dan berlangsung sampai berhari-hari. Korban
pun mulai berjatuhan di kedua belah pihak. Hingga kekuatan pangeran samudera terdesak atas permintaan para patih
malayu yang muslim menyarankan agar minta bantuan prajurit demak dengan jumlah
besar namun dengan perjanjian jika berhasil menaklukkan kerajaan Daha ,Pangeran
samudera masuk Islam akhirnya pun
Sultan Trenggana pernah
mengirim pasukan ke Barunadwipa.[14]
Datang Patih Balit itu membawa surat
Sultan Demak, maka disuruh baca oleh Mangkubumi.
Bunyinya:
”Salam sembah putra andika pangeran di Banjar sampai kepada Sultan Demak.
Putra andika mencatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan, karena putra
andika barabut karajaan lawan patuha itu namanya Pangeran Tumenggung. Tiada
dua-dua putra andika mancatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan. Adapun
lamun manang putra andika mangawula kepada andika. Maka persembahan putra
andika: intan sapuluh, pekat saribu gulung, tatudung saribu buah, damar batu
saribu kindai, jaranang sapuluh pikul, lilin sapuluh pikul.
Demikianlah bunyinya surat
itu. Maka sembah Patih Balit: ”Tiada dua-dua yang diharap putra andika nugraha
sampiyan itu”. Banyak tiada tersebut. Maka kata Sultan Demak: Mau aku itu
membantu lamun anakku Raja Banjar (kuala) itu masuk Islam. Lamun tiada masuk
Islam tidak mau aku bertulung. Patih Balit kembali dahulu berkata demikian,
maka kata Patih Balit: ”hinggih”.
Dikirimlah bala bantuan yang
sangat besar saat itu ke muara barito yang dipimpin khatib dayyan untuk
membantu peperangan dengan kerajaan daha
Pertempuran terjadi di Sangiang
Gantung namun menelan banyak korban
sehingga Pangeran Samudera
amat sedih hatinya melihat begitu banyaknya korban di kedua belah pihak yang
sebetulnya adalah saudara sendiri.
Maka untuk menghindari jatuhnya korban lebih
banyak lagi, Pangeran Samudera mengusulkan diadakan perang tanding atau duel
antara kedua raja yang bertikai. Pihak yang kalah harus mengakui kedaulatan
pihak yang menang.
Maka pada hari dan waktu yang sudah ditetapkan, Pangeran Tumenggung dan
Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut talangkasan. Perahu-perahu
itu dikemudikan oleh panglima kedua belah pihak. Kedua pangeran itu memakai
pakaian perang serta membawa parang, sumpitan, keris, dan perisai atau
telabang.
Pangeran Tumenggung dengan nafsu angkaranya begitu ingin membunuh Pangeran
Samudera yang dianggap sebagai penghalang utamanya untuk berkuasa. Sebaliknya,
Pangeran Samudera tidak tega berkelahi melawan pamannya untuk membunuhnya,
biarpun berkali-kali ia mendapat kesempatan untuk membunuh Pamannya. Akhirnya,
luluh juga hati Pangeran Tumenggung atas kemuliaan hati Pangeran Samudera.
Kesadaran muncul, Mereka berpelukan saambil bertangis-tangisan.
Pangeran Tumenggung dengan hati tulus mernyarahkan kekuasaan kepada Pangeran
Samudera. Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran Samudera. Akan tetapi,
Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih sebagai
pusat pemerintahan sebab Bandar itu lebih dekat dengan muara Sungai Barito yang
telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak hanya itu, rakyat Nagara Daha
pun dibawa ke Banjar Masih atau Banjar Masih. Pangeran Tumenggung diberi daerah
kekuasaan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk sebagai rakyatnya. Nagara
Daha pun menjadi daerah kosong.
Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah. Hari kemenangan
Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24 September 1526, dijadikan hari
jadi kota
Banjar Masih atau Bandar Masih. Karena setiap kemarau landing (panjang) air
menjadi masin (masin), lama kelamaan nama Banjar Masih atau Bandar Masih
menjadi Banjarmasin.
Akhirnya, Sultan Suriansyah pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara
dengan baik dan ramai dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di pinggir
Sungai Kuin, Kecamatan Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat II Bajarmasin.
Setiap tanggal 24 September Wali Kota madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke
makam itu untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran
Tumenggung.
Ada cerita mengapa kota
Banjar Kuala berganti nama menjadi
Banjar Masin. Karna setiap musim kemarau panjang air menjadi asin karena letak kota banjar saat ini pun
masih di muara sungai dekat laut jawa,lama kelamaan nama Banjar kuala
menjadi Banjar Masin. Dalam bahasa banjar asin = masin ,sehingga ketika ditanya
kan identitas
banjar mana ….orang hulu mengatakan banjar kuala atau banjar yang sungainya
masin tuh nah….sementara banjar kuala menyebut orang hulu sungai dengan sebutan
banjar pahuluan.
Komunitas banjar setelah
periode ISLAM
Masyarakat banjar biasanya
berdiam di pesisir sungai nah dalam koalisi
banjar di Kalimantan dibagi 3 sub Banjar (kelompok besar) berdasarkan territorial
politik nya dan unsur pembentuk suku berdasarkan perspektif kultural dan
genetis yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli Dayak:
- Grup Banjar Kuala[29]
adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju (Berangas,
Bakumpai)[30],
orang Kampung Melayu[31],
orang Kampung Bugis-Makassar[32],
orang Kampung Jawa[33],
orang Kampung Arab[34],
dan sebagian orang Cina Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju
sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih berjalan hingga sekarang
di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan
yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar
Bakula Warga ). Nah Disini lah cikal bakal
Terbentuknya Bangsa Banjar.

- Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang
Dayak Meratus yang berbahasa Melayik
(unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok) banjar pahuluan
ini menurut tradisi lisan suku dayak Maratus : merupakan dayak murni dari
maratus di selatan dan dari maanyan
di bagian utara banjar.
- Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang
Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang
Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur
Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
Dengan mengambil pendapat Idwar Saleh tentang inti suku
Banjar, maka percampuran suku Banjar dengan suku Dayak Ngaju/suku serumpunnya
(Kelompok Barito Barat) yang berada di sebelah barat Banjarmasin (Kalimantan
Tengah) dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Kuala juga. Di sebelah
utara Kalimantan Selatan terjadi percampuran suku
Banjar dengan suku Maanyan/suku serumpunnya (Kelompok Barito Timur) seperti
Dusun, Lawangan dan suku Pasir di Kalimantan
Timur yang juga berbahasa Lawangan, dapat kita asumsikan sebagai
kelompok Banjar Batang Banyu. Percampuran suku Banjar di tenggara Kalimantan
yang banyak terdapat suku Bukit kita asumsikan sebagai Banjar Pahuluan.
HIKAYAT DAYAK & BANJAR VERSI URANG BANUA
HIKAYAT DAYAK & BANJAR VERSI URANG BANUA
Oleh: Datu Panglima Alai
(Admin Grup FB: BUBUHAN KULAAN URANG ALAI BORNEO)

Sekitar
tahun 3000-1500 S.M untuk pertama kalinya Pulau Kalimantan kedatangan
Imigran yang berasal dari daerah Yunan di China Bagian Selatan. Imigran
dari Yunan inilah yang menjadi cikal bakal suku Dayak di pulau
Kalimantan atau dikenal pula dengan istilah suku “Melayu Tua”. Dari
Legenda suku Melayu Tua (Dayak) ini disebutkan bahwa terdapat lima
kelompok besar yang dipimpin Lima bersaudara yaitu Abal, Anyan, Aban,
Anum dan Aju. Kelima bersaudara ini sangat sakti, bijaksana dan
berwibawa. Menurut cerita suku Dayak Tua, kelima saudara ini titisan
dari Dewa Batara Babariang Langit, yaitu : titisan Dewa Batahara
Sangiang Langit. Batara Babariang Langit kawin dengan Putri Mahuntup
Bulang anak dari Batari Maluja Bulan dan Melahirkan Maanyamai, dan
Maanyamai beristri dan istrinya melahirkan anak bernama Andung Prasap
Konon sangat sakti. Dan membangun Negeri Nan Marunai (Nan Sarunai)
kemudian Andung Prasap beristri anak Raja menggaling Langit dan
melahirkan kelima saudara tersebut di atas. Kelima saudara inilah kelak
menjadi cikal bakal suku Dayak di pulau Kalimantan. Mereka mengembara ke
pelosok pulau Kalimantan, konon si Abal ke daerah Timur menurunkan suku
Aba, Anyan ke daerah Selatan menurunkan suku Manyan, Aban ke daerah
Barat menurunkan suku Iban, Anum ke Utara menurunkan suku Otdanum dan
Aju ke daerah Tengah menurunkan suku Ngaju. Dan mereka diberi pitua :”
Tabu/ dilarang bacakut papadaan apalagi bermusuhan, karena mereka satu
daerah satu nyawa, menurut pitua Nenek Moyang mereka mengatakan (pitua)
terkutuk apabila bakalahi satamanggungan.
Dari cerita silsilah keturunan Dayak tersebut adalah Anyan anak nomor
dua menurunkan suku Maanyan yang mengembara ke daerah selatan mempunyai
10 orang anak yang dikenal dengan sebutan “cucu urang 10” yaitu Luwa,
Pahi, Alai, Wangi, Sari, Aju, Burai, Buun, Kutip dan Asih. Mereka ini
adalah cikal bakal penduduk Kalimantan Selatan, sebagian ke daerah
Barito Selatan dan Timur (Kalteng) serta ke daerah Pasir (Kaltim). Luwa
menjadi cikal bakal urang Kalua, Pahi jadi cikal bakal urang Mahi, Alai
menjadi cikal bakal urang Birayang (HST), Wangi menjadi cikal bakal
urang Mawangi (HSS), Sari menjadi cikal bakal urang Masari/Marga Sari
(Tapin), Aju menjadi cikal bakal urang Biaju, Burai menjadi cikal bakal
urang Maburai (Tabalong), Buun menjadi cikal bakal urang Mabuun dan
Warukin, Kutip menjadi cikal bakal urang Makutip dan Asih menjadi cikal
bakal urang Masih (Alalak).
Pada abad ke-5 M berdiri sebuah kerajaan di Kalimantan Selatan
bernama Kerajaan Tanjungpuri. Berdirinya kerajaan ini bermula dari
kedatangan para Imigran Melayu dari Koloni Sriwijaya di pulau Sumatera
pada sekitar abad ke- 4 M. Para Imigran Melayu yang mempunyai
kebudayaan lebih maju dibanding penduduk lokal pada masa itu mendirikan
perkampungan kecil yang kuat di daerah pesisir sungai Tabalong. Para imigran
tersebut berbaur bahkan melakukan perkawinan dengan penduduk setempat
yakni suku Dayak. Hasil dari perpaduan antara suku Melayu dan Dayak
itulah yang akhirnya menjadi cikal bakal Suku Banjar. Semakin lama
perkampungan di pesisir sungai Tabalong itu semakin ramai sehingga
akhirnya menjadi sebuah kerajaan kecil bernama kerajaan Tanjungpuri
(diperkirakan terletak di kota Tanjung sekarang).
Keturunan Anyan dari anaknya Masari mendirikan kerajaan Candi Laras
di Margasari (Kab. Tapin sekarang) pada Tahun 678 M. Bukti keberadaan
Kerajaan Candi Laras adalah Tulisan di Prasasti “Kedukan Bukit” yang
terdapat di kota Palembang bertahun 605 Saka/ 683 M berhuruf Pallawa.
Isi tulisan “Daputra yang mengadakan perjalanan suci dengan perahu dari
Minanga Tamwan membawa dua laksa tentara menuju timur”. Bukti lainnya
adalah Prasasti Batung Batulis yang ditemukan di kompleks Candi Laras
Margasari bertahun 606 Saka. Isi tulisannya adalah “Jaya Sidda Yatra”
yang artinya perjalanan Ziarah. Menurut Arkeologi Nasional prasasti
tersebut berasal dari Sriwijaya. Jadi dua buah prasasti tersebut
mempunyai keterkaitan karena memiliki kesamaan yaitu berhuruf Pallawa.
Prasasti Kedukan bukit bertahun 605 Saka yang merupakan Tahun
keberangkatan dari Sriwijaya dan Prasasti Batung Batulis bertahun 606
Saka yang merupakan Tahun kedatangan di Candi Laras Marga Sari,
merupakan hal yang logis sebab perjalanan waktu itu mungkin saja
mencapai setahun dari Sriwijaya ke Candi Laras di Pulau Kalimantan.
Sehingga menghapus mitos selama ini yang mengatakan bahwa Candi laras
didirikan oleh Ampu Jatmika asal Keling pada Tahun 1387 M. Bukti lainnya
lagi adalah ditemukannya Patung Buddha dipangkara, patung tersebut
dikenal sebagai azimat keselamatan bagi pelaut Sriwijaya yang beragama
Buddha. Jadi sebenarnya yang datang ke Candi Laras di Marga Sari itu
adalah rombongan dari kerajaan Sriwijaya pada Tahun 683 M.
Pada Tahun 1309 M orang-orang Maanyan mendirikan sebuah Kerajaan
bernama Nan Sarunai. Kerajaan Nan Sarunai ini konon lanjutan dari
periode sebelumnya dimana dahulu pernah berdiri juga kerajaan Nan
Marunai (Nan Sarunai) oleh lima orang bersaudara yang merupakan leluhur
orang Dayak di Kalimantan. Pada periode kedua ini Nan Sarunai didirikan
oleh Japutra Layar. Nan Sarunai sendiri berasal dari kata Marunai =
memanggil dengan suara nyaring, Sarunai = menyaru dengan suara seperti
suling, Nai = Seruling (dalam bahasa arab/melayu tua) sehingga dapat di
artikan bahwa Nan Sarunai adalah rakyat yang gemar bermain
musik/bernyanyi.
Kerajaan Nan Sarunai ini rakyatnya sangat makmur
disebabkan mereka melakukan perdagangan sampai ke Sumatera, Jawa,
Sulawesi bahkan sampai ke Madagaskar. Bahkan Bahasa rumpun MADAGASKAR sehari hari sampai sekarang masih banyak kesamaan dengan bahasa maanyan. Barang dagangan yang mereka bawa
keluar antara lain kayu besi, getah, damar, rotan, madu lebah hutan dan
lain-lain. Rakyat kerajaan nan Sarunai ini menganut kepercayaan
Kaharingan.
Pada masa itu kerajaan Majapahit di pulau Jawa sedang berusaha
menancapkan kekuasaannya di seluruh Nusantara. Adalah Maha Patih Gajah
Mada (1313-1364) seorang mangkubumi terkenal Majapahit yang melakukan
sumpah saat diangkat menjadi Mangkubumi Kerajaan pada Tahun 1336 M di
masa kekuasaan Ratu Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350) dikenal dengan
“Sumpah Palapa” yaitu sebuah tekad untuk mempersatukan seluruh Nusantara
di bawah kekuasaan Majapahit. Ambisi Maha Patih Gajah Mada berlanjut
sampai Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) naik tahta.
Salah satu kerajaan incaran Majapahit untuk ditaklukkan adalah
kerajaan Nan Sarunai dan kerajaan Tanjungpuri. Pada masa itu dua
kerajaan ini merupakan wilayah perdagangan yang ramai, rakyatnya hidup
makmur bahkan diceritakan dinding-dinding Istana kedua kerajaan ini
berlapis emas sebagai tanda kemakmuran. Maha Patih Gajah Mada mengutus
seorang panglima handalnya untuk memata-matai kedua kerajaan ini yaitu
Laksamana Nala ,
seorang berdarah Melayu asal Melaka (menguasai teknologi angkatan Laut Termodern saat itu) yang mengabdi kepada
kerajaan Majapahit. Atas hasil penyelidikan Laksamana Nala akhirnya
Majapahit mengetahui kelemahan kedua kerajaan ini, sehingga pada Tahun
1356 M Majapahit mengirimkan ekspedisi militer pertamanya ke kerajaan
Nan Sarunai sebagai batu loncatan untuk selanjutnya menyerang
Tanjungpuri. Serangan pertama ini mengalami kegagalan sebab kerajaan Nan
Sarunai bersatu dengan kerajaan Tanjungpuri dalam menghadapi serangan
Majapahit.
Tersebutlah dalam legenda lima orang panglima Tanjungpuri yang
terkenal ketika membantu kerajaan Nan Sarunai menghadapi serangan
Majapahit yaitu Panglima Alai, Panglima Tabalong, Panglima Balangan,
Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Kelima orang panglima ini
merupakan lima bersaudara dimana si bungsu yaitu Panglima Hamandit dan
Panglima Tapin adalah saudara kembar. Mereka berlima anak dari Datu
Intingan yang terkenal dalam legenda masyarakat di pegunungan Meratus.
Datu Intingan adalah saudara dari Datu Dayuhan mereka berdua ini masih
keturunan dari legenda Dayak Maanyan “cucu urang 10” dimana salah satu
anak dari Datu Anyan yaitu Datu Alai (Alai Tua) menetap di wilayah
Birayang (Meratus) yang menurunkan Datu Dayuhan dan Datu Intingan. Datu
Intingan kawin dengan para Imigran Melayu dan mempunyai lima orang
putera yang sekarang menjadi Panglima di Kerajaan Tanjungpuri.
Setelah gagal dalam ekspedisi pertama, Majapahit kembali mengirim
ekpsedisi militer kedua pada Tahun 1358 M. Ekspedisi kedua kali ini
dipimpin langsung oleh Laksamana Nala dengan membawa dua kali lipat
pasukan dari ekspedisi pertama. Dalam rombongan pasukan besar ini
terdapat juga pasukan khusus Majapahit yang terkenal yaitu pasukan
“Bhayangkara”. Pada ekspedisi kedua ini pasukan Majapahit berhasil
menaklukkan kerajaan Nan Sarunai, bahkan Raja Nan Sarunai yang bergelar
Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas serta Ratu yang bergelar Dara
Gangsa Tulen gugur dalam peperangan. Peristiwa itu oleh orang Maanyan
dikenal dengan istilah “Nan Sarunai Usak Jawa”. Konon Raja Nan Sarunai
di bunuh oleh Laksamana Nala dengan sebuah tombak sakti di dalam sebuah
sumur tempat persembunyiannya. Laksamana Nala adalah seorang panglima malayu
terhebat Majapahit di masa itu, karirnya dimulai dari menjadi prajurit
pasukan khusus kerajaan yaitu pasukan Bhayangkara. Setahun sebelum
ekspedisi militer kedua ke Tanah Borneo yaitu pada Tahun 1357 M,
Laksamana Nala terlibat dalam “Perang Bubat” melawan pasukan Pajajaran
mendampingi Maha Patih Gajah Mada. Perang ini terjadi akibat kesalah
pahaman di antara kedua pasukan. Dalam perang tersebut Prabu Lingga
Buana Raja Pajajaran beserta seluruh pengawalnya terbunuh, karena
menghadapi pasukan Majapahit yang berkali-kali lipat lebih banyak,
melihat ayahnya terbunuh anak Prabu Lingga Buana yang bernama Putri Dyah
Pitaloka bunuh diri, padahal Putri Dyah Pitaloka ini rencananya hendak
di lamar oleh Prabu Hayam Wuruk. Akibat dari peperangan ini hubungan
Maha Patih Gajah Mada dengan Prabu Hayam Wuruk menjadi terganggu, dan
juga mengakibatkan permusuhan yang berkepanjangan antara orang Sunda dan
Majapahit, konon tak satu pun daerah di Sunda (Jawa Barat) menggunakan
nama berbau Majapahit.
Setelah berhasil menaklukkan Nan Sarunai pasukan Majapahit bergerak
menuju Tanjungpuri namun pasukan Majapahit mendapati perlawanan yang kuat dan
hebat dari pasukan dan rakyat Tanjungpuri terutama dari lima orang
panglima kerajaan yang terkenal tersebut.
Setelah berhari-hari berperang
akhirnya kedua pasukan sepakat untuk berdamai dan tidak melanjutkan
peperangan. Pasukan Majapahit kembali ke pulau Jawa dengan kekecewaan
mereka tidak sanggup lagi melanjutkan peperangan karena sebelumnya sudah
kelelahan berperang menghadapi kerajaan Nan Sarunai, sedangkan pihak
Tanjungpuri mengalami kehancuran dimana-mana Infrastruktur kerajaan
banyak yang rusak. Akibat dari peperangan tersebut kerajaan Tanjungpuri
menjadi lemah, perdagangan yang dahulu ramai menjadi sunyi karena para
pedagang takut untuk singgah di pelabuhan ketika mendengar ada
peperangan.
Sebagai tanda terima kasih kepada lima orang Panglima kerajaan, Raja
Tanjungpuri memberikan kelima orang Panglimanya wilayah kekuasaan.
Panglima Alai di daerah Batang Alai, Panglima Tabalong di daerah Batang
Tabalong, Panglima Balangan di daerah Batang Balangan, Panglima Hamandit
di daerah Batang Hamandit dan Panglima Tapin di daerah Batang Tapin.
Raja Tanjungpuri sendiri akhirnya memindahkan pusat kerajaan ke daerah
Kuripan (Amuntai) karena kota raja sebelumnya (Tanjung) banyak mengalami
kehancuran akibat diserang Majapahit. Lambat laun nama Tanjungpuri
semakin terlupakan dan lebih dikenal dengan sebutan baru yaitu Kuripan.
Kekuasaan kerajaan Kuripan melingkupi daerah yang sama dengan kekuasaan
kerajaan Tanjungpuri.
Pada Tahun 1387 M seorang bangsawan dari Keling (Kediri) yang
merupakan wilayah Majapahit melakukan ekspedisi ke tanah Borneo,
pertama-tama mereka menaklukkan kerajaan Candi laras di Marga Sari.
Ekspedisi ini di pimpin oleh Empu Jatmika, di bantu oleh dua orang
putranya yaitu Lambungmangkurat dan Mandastana. Dalam rombongan itu juga
turut serta Pasukan Bhayangkara di bawah pimpinan Hulubalang Arya
Megatsari dan 1000 tentara Majapahit di bawah pimpinan Tumenggung Tatah
Jiwa. Empu Jatmika sendiri sebenarnya adalah seorang buronan politik
masa lalu Majapahit. Karena Empu Jatmika adalah keturunan bangsawan
kerajaan Kediri yang merupakan musuh kerajaan Singosari (leluhur
Majapahit) di masa lalu. Setelah berhasil menguasai Candi Laras Empu
Jatmika mendirikan kerajaan Negaradipa dan diangkat sebagai kepala
pemerintahan dengan gelar Maharaja di Candi. Dengan bantuan Majapahit
akhirnya Negaradipa menjadi kerajaan yang kuat. Namun demikian sebagai
timbal baliknya Negaradipa menjadi Negara bagian Majapahit atau dikenal
dengan istilah “sakai”.
Walau Negaradipa cukup kuat tapi untuk menyerang
kerajaan Kuripan masih berpikir dua kali karena walau bagaimana pun
kekuatan Kuripan waktu itu masih diperhitungkan, apalagi ada lima
kerajaan kecil yang dipimpin oleh mantan Panglima/Pangkalima kerajaan Tanjungpuri
ada dibelakangnya. Untuk memuluskan rencananya Maharaja di Candi dengan politik perkawinan merayu
Raja Kuripan agar mau mengawinkan putrinya dengan putranya, namun Raja
Kuripan menolak, tidak putus asa Lambungmangkurat yang bertindak sebagai
Mangkubumi menawarkan kekuasaan penggabungan kedua kerajaan dan serta merta mengangkat Putri
Junjung Buih anak Raja Kuripan sebagai ratu Negaradipa. Akhirnya Raja
Kuripan menerima tawaran tersebut dengan berbagai pertimbangan, walau
dari awal banyak ditentang oleh para kerabat dan pejabat Kahuripan sebagai politik belaka. Negaradipa pun
memindahkan pusat kerajaan ke Kuripan. Atas keputusannya yang
kontroversi itu membuat Raja Kuripan merasa sangat bersalah sementara untuk melakukan peperangan sudah mustahil karena antara dipa dan kuripan sudah ada ikatan perkawinan artinya sama saja dengan membunuh ayah dari cucu-cucu nya sendiri dan hingga akhirnya
mengasingkan diri (menenangkan diri) diikuti beberapa kerabat ke daerah Batu Piring
(Paringin) . Di Batu Piring Raja Kuripan mendirikan kerajaan kecil
bernama Kerajaan Batu Piring dan saudara raja diangkat sebagai kepala
pemerintahannya.
Walau pun Junjung Buih sudah diangkat menjadi Ratu di Negaradipa
namun semua kebijakan tetap ditangan Patih Lambungmangkurat. Negaradipa
ternyata kepanjangan tangan Majapahit di Pulau Kalimantan, Beberapa
Pangeran Kuripan yang kecewa ikut pergi meninggalkan Istana, namun diburu
oleh pihak Negaradipa karena dikawatirkan akan melakukan pemberontakan.
Para Pangeran melarikan diri ke daerah Batang Alai dan diangkat menjadi
pemimpin di daerah tersebut. Merasa terancam Patih Lambungmangkurat
memerintahkan menyerang daerah Banua Lima, yaitu Batang Alai, Batang
Tabalong, Batang Balangan, Batang Hamandit dan Batang Tapin. Kerajaan
Batu Piring sendiri luput dari penyerangan karena bersedia menjadi
bagian dari kerajaan Negaradipa. Dibantu oleh pasukan Majapahit pimpinan
Hulubalang Arya Megatsari dan Tumenggung Tatah Jiwa kelima daerah itu
bisa ditaklukkan. Sementara Pangeran Kuripan berhasil diselamatkan oleh
para Panglima dan disembunyikan di daerah Mangga Jaya (Wilayah Kec.
Batang Alai Timur sekarang) di pegunungan Meratus. Daerah Mangga Jaya
sendiri konon sulit ditaklukkan oleh Negaradipa beberapakali pasukan
Negaradipa dikirim kesana namun tidak pernah berhasil menaklukkan daerah
Manggajaya, sebab menurut legenda setempat di sana tempat berkumpulnya
para Panglima Banua Lima yang sakti dan juga topografi daerahnya yang
dikelilingi banyak pegunungan sehingga sangat bagus untuk sebuah tempat
pertahanan.
Bahan/Sumber:
1.Tulisan Mudjahidin. S (Pemerhati Budaya dan Kebudayaan).
2.Hikayat Datu Banua Lima (Cerita Rakyat Hulu Sungai)
3.Hikayat Manggajaya (Cerita Rakyat Batang Alai)
4.Wikipedia (Ensiklopedia Bahasa Indonesia)
http://banuahujungtanah.wordpress.com
83 komentar: